Sore ini aku memberanikan diri
bertanya pada Prama sahabatku sejak kami masih SD. Kami duduk bersama
membingkai kembali kenangan saat kanak-kanak di tempat ini. Angin sore menyapa
kami dengan lembut, bahkan langit pun masih terlihat terang.
“Pram, kamu ada cewek yang kamu
suka disekolah?” tanyaku enteng sambil bermain ayunan taman perumahan kami
“Ada”
“Cantik?” sahutku cepat
“Iya”
Lalu kami berganti topik
pembicaraan, karena aku tahu ini menyakitkan baginya. 2 bulan lalu aku
berkunjung ke sekolah Prama, karena sahabat SMP ku juga sekolah disitu. Mika
namanya, saat kutanya siapa pacar Prama, ia hanya diam. Sikap seperti itu
justru memancing rasa penasaranku.
“Mik, Prama punya cewek ?”
tanyaku to the point
“...”
“Kok diem, jangan-jangan lu
pacarnya ya?”
“Bukan kok, emang Prama ga pernah
crita ma kamu?”
“Engga kalo masalah ginian”
“Leny, namanya Leny”
“Cantik?” mataku berbinar
menanggapi jawaban Mika
“Iya lah, putri pilihan sekolah”
“Wah pinter juga dia, hebat deh
aku punya sahabat macam Pram” aku memamerkan deretan gigi ku yang jelas tidak
rata karena ada behel yang menempel digigiku. Aku menatap sekeliling kantin
sekolah Prama, dulu nya aku ingin masuk ke sini tapi aku harus memenuhi janji
Ayah untuk sekolah di yayasan yang menurut ayah lebih bagus. Mika hanya diam
mengutak-atik hapenya.
“Mik, ajakin kekelasmu dong” aku
merajuk
“Boleh, tapi nanti aja lah, aku
males di kelas, rame, pada sibuk” jawabnya santai
“Ah kok gitu sih”
“Besok sekolah kamu ada pensi
juga kan?”
“Yup, nonton hlo ya?”
“Siap deh”
“Prama juga aku ajakin kok”
“MIKA !” seorang gadis dengan
kacamata memanggil Mika dari kejauhan, lalu keduanya berbisik agak menjauh
dariku. Aku merasa biasa saja, toh mereka bisa saja ada urusan yang orang lain
tak boleh tau.
“Emmm, Tya, aku ada urusan pensi
nih, kamu nanti nonton pensinya sendiri ga papa kan?”
“Yaaah, ga asik dong” aku
cemberut
“Penting nih”
“Ya udah sono” Mika menghilang
dari pandanganku, otomatis kukeluarkan hape di dalam saku seragamku. Mengirim
sms untuk Pram barangkali dia bisa menemaniku
To : Prama
Aku di kantin sekolahmu nih,
temenin dong
Drt drt hape ku bergetar
From : Prama
Waduh aku mau daftar ulang band
nih, sorry bgt
Aaaah, batinku. Kumasukan lagi
hapeku kedalam saku dan menyedot habis es teh yang sedari tadi menemaniku.
Kulirik kanan-kiri tampak orang lalu lalang sibuk dengan urusannya
masing-masing. Bosan, lalu aku berdiri berjalan-jalan di koridor sekolah,
menatap wajah-wajah asing yang tak pernah kutemui. Walaupun banyak juga
anak-anak dari lain sekolah, tapi mereka bersama kawannya, sedangkan aku hanya
sendirian. Hey itu kelasnya Mika, 11 IPS 1, sebelum aku menengok kedalam
pandanganku lebih tertarik pada tulisan di mading sekolah. Kuamati
satu-per-satu apa yang ada dalam mading itu, dengan cepat kualihkan pandanganku
pada kelas Mika, di depan pintu terdapat banyak sekali bunga, karangan bunga. Aku
membaca lagi apa yang terpampang disana barangkali aku melewatkan satu kalimat,
dan sialnya tidak !
TURUT BERDUKA CITA
ATAS MENINGGALNYA SISWI KAMI,
TEMAN KAMI, DAN SAHABAT KAMI
“ LENY ANJAR SUGIWO”
KELAS 11 IPS 1
Aku melongo menatap sebagian isi
berita duka yang ada di mading, Leny ! gadis yang di sukai Prama, dan aku mengerti
kenapa Mika tidak bisa menjawab pertanyaan konyolku tadi. Dan aku mengerti
mengapa Prama tak mau membuka mulut padaku selama ini tentang siapa yang dia
suka. Aku tahu jawabannya, dan ini mengejutkan. Dalam berita ditulis Leny
meninggal karena sakit parah, entah sakit apa. Yang bisa kau tangkap, mungkin
sebenarnya Prama sudah tahu resiko jika ia mencintai Leny. Tapi yang lebih
menyakitkan mengapa Prama tak mau berbagi rasa sedihnya untukku?
“Wah, The Bugs udah mau tampil
ayo kesana” aku mendengar teriakan siswa, yang kemudian disusul adegan lari
beramai-ramai seperti tawuran pelajar. Aku tersadar dari lamunanku, tidak
seperti yang lain, aku memang berjalan menuju lapangan, tapi aku berjalan
gontai, seolah aku turut merasakan kesakitan yang Mika dan Pram rasakan.
Sekeras apapun lagu yang dimainkan The Bugs di depanku tetap saja aku tidak
larut dalam euforianya, menyendiri dan menjauh dari keramaian hingga acara
selesai, lalu Pram menghampiriku dan mengajakku pulang. Sepanjang perjalanan
Pram berkali-kali bertanya padaku tentang penampilannya tadi, dan parahnya aku
hanya tersenyum. Aku tahu betapa luka hatinya ketika ia harus memaksakan diri
tegar dihadapanku sebagai sahabatku. Sejak dulu ia berjanji akan melindungiku,
akan menguatkanku tapi untuk saat ini aku merasa betapa egois aku ini. Bahkan
aku tidak tahu harus berkata apa, Pram terlalu baik untuk menjadi sahabatku.
Diantara temanku yang bersahabat dengan anak laki-laki hanya aku saja yang
tidak melanggar hubungan persahabatan, aku tidak mau mencintai sahabatku
sendiri walau aku sangat mengasihinya. Aku bahkan tidak mencintai Pram. Di
perempatan menuju perumahan tepat di depan taman kesayangan tempat kami duduk
sekarang, air mataku tidak dapat ku bendung lagi, aku pun tidak mengerti
mengapa aku menangis. Untuk siapa aku menangis? Akupun tidak tahu, kutinggalkan
Pram begitu saja sambil terus berteriak memanggil namaku berkali-kali, tapi aku
berlari terlalu jauh, sehingga suara Pram bisa menghilang walaupun aku
mendengarnya. Rasa kasihan? Atau cemburu? Atau rasa sakit karena begitu banyak
hal yang tidak kuketahui tentang Prama? Aku menangis sejadi-jadinya dipelukan
boneka garfield milikku. Kuluapkan segala perasaan dan rasa curigaku pada malam
itu.
Tiba-tiba suasana ditaman hening,
aku menyadari batapa aku terdiam terlalu lama, membiarkan anganku terbang jauh
dan seolah tak mau bicara pada Pram dan membiarkan nya tenggelam dalam
kesendirian.
“Cewek yang aku cinta...” aku
termenung mendengarkan pernyataan Prama, sengaja aku diam, aku menunggu-nunggu
kelanjutan perkataannya
“Aku baru dua kali jatuh cinta”
aku menatap Pram yang sedang sibuk menatap perosotan warna pink yang sudah
memudar.
“Yang pertama, aku ga bisa
menjadikan cinta itu kenyataan” lanjutnya santai tapi malah membuat
tenggorokanku tercekat
“Yang kedua, aku ga akan pernah
bisa mewujudkannya walau sudah ada cinta” tiba-tiba ia menatapku. Deg !
jantungku seakan berhenti, terlalu kaget aku menatap mata Pram yang lembut itu.
Sejak aku tahu aku cinta Pram aku berusaha menyingkirkannya, walau aku pernah tapi
aku tak ingin merubah persahabatan kami, seiring waktu aku bisa melupakan rasa
itu. Tapi saat ini? entah mengapa jantung ku berisik sekali, atau aku jatuh
cinta lagi ? Prama cinta pertamaku saat aku masih SMP kelas 1 dan sekarang ada
lagi hanya karena aku menatap matanya yang indah itu?
“Ratya?” aku gelagapan mendengar
Pram memanggilku
“Eh, iya?” sahutku asal
“Sejauh apapun aku lari, mencari
pelarian, aku tetep ga bisa berhenti” lalu Pram menerawang jauh sambil menatap
langit jingga
“Berhenti ?” aku memberanikan
bertanya padanya setelah ia diam agak lama membuatku penasaran
“Berhenti suka sama kamu”
DUAAAAAR rasanya jantungku lepas
dari rusukku dan meluncur bebas ke perosotan warna pink tadi. Aku berusah
menenangkan diriku, menguasai perasaanku.
“Pram? Aku tahu kok, Leny, but
jangan jadiin aku pelarian, kita sahabat, so jangan hujani hubungan sahabat
dengan obsesi cintamu yang sorry ga kesampaian” aku takut melukai Prama, tapi
ia malah memandangku lekat
“Yang pertama itu kamu, butuh
waktu bertahun-tahun aku nglupain perasaan aku ke kamu, aku lari ke Leny, tapi
aku tetep ga bisa, aku pura-pura dan maksain buat membuka hati untuk Leny malah
aku keinget kamu. Cepat ato lambat kamu bakal tau soal kepergian Leny, aku
terus-terusan sedih karena aku merasa bersalah sama Leny, meninggalkann senyum
kemunafikanku” aku dibuatnya bingung sekaligus senang tapi aku tak tahu harus
bagaimana, kalau aku kegirangan itu seolah aku tak menghargai kepergian Leny
dan bersenang-senang diatasnya, tapi aku bahagia. Perasaanku dulu eh
sekarang-baru saja ini tidak bertepuk sebelah tangan. Aku tahu pipi ku pasti
merona saat ini.
“Pulang yuk, udah maghrib nih”
Pram tanpa rasa berdosa membuatku bingung campur aduk setengah mati justru berbicara
lancar seolah ia membuang pernyataanya tadi di dalam tong penggilingan yang
menghancurkan segala macam benda secara efektif. Aku masih duduk di bangku
ayunan, tiba-tiba Pram sudah ada di depankumengulurkan tangannya dan tersenyum
padaku.
“Kamu tahu, Ratya, mungkin tidak
selalu persahabatan tetap bertahan selamanya” kuraih tangannya lalu berkata
dengan jelas disampingnya
“Kamu tahu, Pram aku sudah lama
membuang rasa itu juga, tapi tatapanmu sore ini membuatku tak yakin aku bisa
membuangnya lagi” sontak Pram menatapku bingung, tapi kakiku bergerak cepat,
aku tertawa sambil meninggalkannya, dan tebak apa adegan setelahnya? Prama
mengejarku dan meraih lagi tanganku. Kami bergandengan disepanjang perjalanan
pulang, tidak da sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Diam mengisi
kekosongan relung hati kami. Hanya sesekali berpandangan lalu diam seolah
perasaan kami bersatu tanpa sebuah ikatan “cinta” karena rasa sayang kami yang
meluap pun tiba-tiba bisa menjelma jadi cinta begitu saja. Bahkan antara aku
dan Pram tidak menyatakan cinta dengan kalimat “Aku cinta kamu” mungkin kami
sama-sama merasa itu terlau vulgar untuk kami yang kikuk ini.
Diantara kami berdua memang ada rahasia,
begitu lama kami berusama menyembunyikan perasaan kami agar persahabatan kami
tetap ada tapi mungkin sejak saat ini rahasia kami bukan menjadi privasi kami
masing-masing tapi rahasia antara aku dan pacarku.